Selasa, 22 November 2011

Bagiku Engkau Sudah Sempurna

Ada sepasang suami istri duduk di meja berdua. Malam itu adalah malam untuk mengenang 2 tahun pernikahan mereka. Banyak yang sudah mereka jalani dan alami selama ini bersama. Baik suka maupun duka.

Malam itu sudah benar-benar dipersiapkan oleh si istri. Satu harian dia sudah merancang segala sesuatu untuk malam itu. Supaya perayaan 2 tahun pernikahan mereka dengan suami tercinta bisa berjalan dengan penuh kesan.

Dua buah lilin menyala ditengah-tengah meja. Sesekali lidah api lilin itu bergoyang seakan bersendaugurau dan berkejar-kejaran. Si Istri telah memasak masakan kesukaan suaminya.

Setelah mereka duduk berdua, suasana begitu indah si istri berkata: “Pa, malam ini saya sungguh bahagia, lebih dari tahun kemarin. Aku persiapkan spesial buat Papa”
“Oh..ya? apa saja itu Ma?”
“Lihat saya telah memasak masakan kesukaanmu, juga suasana rumah yang nyaman dan indah malam ini”.
“Iya sayang, Papa juga melihat itu semua, terimakasih yah, Kamu memang istri yang luar biasa”
Akhirnya mereka berdoa dan menikmati makan malam dengan penuh sukacita dan oenuh kasih.
Usai makan, si istri berkata lagi:
“Pa saya ada kejutan lain lagi nih…”
“Apa itu Ma?”.
“Saya berharap rumah tangga kita lebih baik ke depan. Saya ingin kita bisa saling menjaga perasaan, dan memperbaiki semua kelemahan-kelemahan kita masing-masing. Saya mau kita saling menulis di secarik kertas, apa-apa saja yang tidak Papa suka dari saya, kelemahan-kelemahanku, supaya aku tau”. Akupun akan menuliskan semua kelemahan dan kekuragan Papa yang kurasakan, supaya Papa tau”. Demikian usul sang istri.

Akhirnya si suamipun menurutinya, dia juga tidak ingin mengurangi keindahan malam itu.
Si Istri kelihatan sangan serius menulis di kertasnya, banyak dia tulisi. Sesekali dia melihat keatas mengingat-ingat segala kekurangan suaminya, dan menuliskannya.
“yap, siap, aku sudah siap Pa. Kamu gimana?”
“Papa sudah siap juga”.

Mereka saling melipat kertasnya dan bertukar kertas.
“ Nah sekarang Papa baca duluan yang ku tulis. Kita bersuara yah” dengan senangnya si istri berkata.
Si suami dengan senyum mulai membuka kertas itu, dan membacanya dengan bersuara.
“Papa sering pulang telat”
“Papa sering tidak memikirkan perasaanku”
“Papa gampang marah hanya karena masalah kecil”
“dll…”
Setiap dia baca satu, dia berhenti sejenak, si istri senyum sambil melihat ekspresi suaminya. Akhirnya si suami selesai membaca dan meletakkan kertas itu di meja.
“ Kini giliranku Pa” kata si Istri dengan semangat.
Ketika dia buka kertas itu, dia tidak menemukan apa-apa di dalamnya. Isinya kosong dan bersih.
Kemudian si istri kecewa dan berkata:
“Tadi kan sudah kubilang kita saling mengisi kekurangan pasangan yang kita rasakan untuk perbaikan kedepan, aku sudah banyak menulis, kok Papa malah tidak menulis apa-apa?” kata istrinya sedikit jengkel.

Akhirnya si suami berkata”
“ Sayang aku memang tidak bisa menulis apa-apa. Ketika aku sudah berjanji di hadapan Tuhan, pendeta dan jemaat untuk menerimamu apa adanya, baik suka maupun duka, maka sejak saat itu bagiku kamu sudah sempurna, tidak ada kekuranganmu yang sanggup saya tuliskan lagi. Aku sudah menerimamu apa adanya”.

Si istripun meneteskan airmatanya dan terisak menangis. Dia datang memeluk suaminya dan minta maaf, bahwa selama ini dia hanya melihat kekurangan suaminya. Dia berjanji akan menjadi istri yang terbaik bagi suaminya.

Sebagaimana Kristus tidak melihat kekurangan kita ketika dia hendak menyelamatkan kita, tetapi dia melihat KasihNya yang besar kepada kita umat ciptaanNya, bahkan rela menyerahkan nyawaNya. Jika Tuhan selalu melihat kekurangan dan dosa-dosa kita, maka tidak ada satupun alasan bagi Tuhan untuk menyelamatkan dan mengasihi kita. Tetapi karena KASIH dan janjiNya kepada dirinya sendiri sebagai Tuhan, maka kita memperoleh pembenaran dan keselamatan. Demikian jugalah si suami dalam hal mengasihi istrinya.

Efesus 5:25
Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya.

Syalom,
Harles Lumbantobing

KLIK  ARSIP  untuk melihat tulisan lainnya  di Daftar... ARSIP...

Allah itu Mutlak Baik

Dalam suatu ibadah saya bertanya kepada jemaat yang ikut ibadah:
“Apakah Allah itu baik?”
Semua menjawab “Yah, Allah itu baik”
Kemudian satu bersatu diminta untuk menyebutkan kebaikan Allah dalam hidup mereka yang dirasakan.

Ada yang menjawab,
“Allah baik kepadaku karena sampai saat ini saya masih bisa bernafas {hidup)”
“Allah itu baik kepadaku karena saya masih bisa berada di tempat ini dengan selamat”
“Allah itu baik karena dia telah menyelamatkanku”
“Allah itu baik karena Dia melepaskan aku dari pergumulan hidupku”.
“Allah itu baik karena Dia selalu merancangkan yang terbaik bagiku”
Demikian beragam tanggapan yang disampaikan ketika pertanyaan itu dilemparkan.

Saudaraku? Bagaimana dengan anda?
Jika pertanyaan itu sampai kepadamu saat ini Apakah Allah itu baik?
Apakah Dia baik hari ini, kemarin atau esok kepadamu? Apakah kebaikannya kepadamu? Dan Apakah jawabmu?

Dari mana kita mengukur kebaikan Allah?
Sering sekali manusia ataupun orang percaya mengukur kebaikan Allah dengan apa yang dia rasakan. Dengan apa yang dia terima dan peroleh dari Allah. Berdasarkan berkat-berkat yang dia terima dari Allah.

Ketika pertanyaan itu dilemparkan saat dia menghadapi pergumulan hidup, saat bisnisnya tidak lancar, saat ada masalah keluarga, saat ada beban berat di kantor atau dikeluarga, dan lain sebagainya, Pertanyaan ini sering dijawab dengan keraguan. Kadang tidak bisa lagi menjawab apakah Allah itu baik atau tidak.

Bagaimana jika jawaban-jawaban di atas situasinya dibalik. Misalnya ketika dia berkata “Allah itu baik karena saya bisa sampai ketempat ini dengan selamat”. Jika hari itu dia gagal sampai ketempat ibadah itu karena sesuatu hal, Apakah dia masih bisa berkata Allah itu baik? jujurkah jawaban itu?

Sering sekali kebaikan Allah itu kita buat situasional, atau tergantung situasi. Jika kita mengalami keberuntungan hari ini atau kemarin, dengan mantap kita akan mejawab “ALLAH ITU BAIK KEPADAKU” Kalau tidak, kita akan meragukan kebaikanNya. Meskipun mulut kita menjawab “baik” tetapi hati kita ada keraguan. Tidak mantap menjawabnya.

Adakalanya kita menganggap kebaikan Allah itu tergantung pemahaman manusia. Tergantung bagaimana kita hidup dihadapan Allah. Jika kita hidup benar, tidak jahat, maka kita yakini Allah itu pasti baik kepada kita, kita tidak akan pernah mengalami kegagalan atau penderitaan. Bagaimana jika kita jatuh dalam dosa, jatuh dalam kehidupan yang Allah benci, Apakah kita masih berani berkata dan mengimani Allah itu baik? dan akan berbuat baik lagi kepada kita?

Artinya bahwa pemahaman kita tentang kebaikan Allah dan sifat Allah tidaklah benar. Allah itu tidaklah situasional, KebaikanNya mutlak adanya. Kemutlakan Allah bukan tergantung kepada manusia, kemutlakan Allah bukan tergantung kepada berkat-berkatnya, tetapi Kemutlakan Allah tergantung kepada siapa diriNya sendiri.

Ketika Dia berkata: “Akulah jalan kebenaran dan hidup” maka itu adalah mutlak
Ketika Dia berkata: “ Aku adalah Allah yang setia” maka KesetianNya adalah Mutlak
Dan lain sebagainya. Itu artinya ketika Dia berkata “Aku adalah ALLAH” maka Dia juga mutlak Allah.

Dalam ibadah itu saya bersyukur dengan jawaban seorang ibu yang berkata: “Allah itu baik bagi saya, sebab ketika anak saya yang kami tunggu-tunggu lahir, umurnya hanya singkat dan dia meninggal di panggil Tuhan. Saya bersyukur karena jika dia hidup betapa sakitnya hidup yang akan dijalaninya, dan saya tidak bisa membayangkan bagaimana kami bisa menjalani hidup dengan keadaan dia yang sakit, jadi Tuhan itu baik Dia berikan yang terbaik bagiku”.
Ini sebuah pernyataan iman tentang kebaikan Allah yang dirasakan secara pribadi, dalam keadaan derita dan pergumulan yang berat dia sanggup berkata “Allah itu baik bagiku”.

Jadi ketika kita mengalami kemalangan sekalipun, penderitaan sekalipun, kegagalan sekalipun, itu tidak akan pernah merubah bahwa ALLAH ITU BAIK termasuk kepada kita, dan DIA AKAN BUKTIKAN itu dalam kehidupan kita, karena Dia mutlak baik.

Hanya iman kita akan menuntun kita untuk bisa melihat dan menyaksikan kebaikan Allah yang Dia tunjukkan ditengah penderitaan ataupun sukacita kebahagiaan yang kita alami.
Jadi bagaimana… Apakah Allah itu baik kepadamu? Dapatkah saudara melihat dan merasakannya dalam segala situasi?
Bersyukurlah bahwa ALLAH ITU MUTLAK BAIK”

Syalom,

Harles Lumbantobing.

KLIK  ARSIP  untuk melihat tulisan lainnya  
Daftar... ARSIP...