Pengkotbah 7:9, Amsal 14:29
Suatu hari ketika seorang Bapa menulis, tiba-tiba pulpennya kehabisan tinta. Lalu dia menyuruh anaknya untuk membeli yang baru ketoko dekat rumahnya. Lalu sang anak membelikannya dan membawanya pulang. Setelah sampai di rumah diberikannya kepada ayahnya dan dicoba ternyata pulpen itu tidak menghasilkan tinta. Sang ayah kecewa dan marah kepada anaknya. Kenapa tidak dicoba dulu? dia berkata: “ Kita ditipu”,” ini pulpen bekas, kalau baru pasti bisa dipakai”. Akhirnya sang Bapak dan anaknya pergi ke toko tadi. Dia marah dan komplain di sana. Dia mengatakan bahwa dia telah ditipu dan diberikan pulpen bekas yang sudah kosong.
Pemilik toko tetap bertahan dengan mengatakan bahwa itu pulpen yang masih baru dan baru diambil dari kotaknya. Sang bapakpun mencoba mencoret-coret pulpen itu diatas secarik kertas untuk menunjukkan bahwa pulpen itu tidak bagus.
Pemilik toko meminta pulpen itu dan memeriksanya. Dia langsung berkata, “walah...Pak, penutup kepala pulpennya belum bapak buka, bagaimana mau keluar tintanya?” setelah dibukanya dan ditulisnya diatas secarik kertas pulpen itupun mengeluarkan tinta. Ternyata pulpen baru sekarang telah dilindungi dengan penutup kepala pulpen dengan bahan karet transparan kecil, yang harus dibuka dulu sebelum digunakan.
Akhirnya sang Bapa pulang dengan wajah malu dan tersipu-sipu.
Saudaraku, banyak orang sekarang tidak bisa mengekang dan menahan emosinya walau sebentar. Bahkan ada yang marahnya bisa membabi-buta hanya gara-gara sepele. Banyak hal yang terjadi sebagai akibat dari kemarahan. Salah satu akibat marah yang saya bagikan kepada saudara adalah bahwa marah itu bisa mempermalukan diri sendiri.
Mengapa marah bisa mempermalukan diri sendiri? Dalam cerita kasus di atas sudah jelas si Bapak itu pulang dengan rasa malu, kepada diri sendiri, kepada anaknya, kepada pemilik toko dan mungkin orang sekitar yang ada di toko itu.
Saudaraku, dalam kitab Pengkotbah 7:9 dikatakan “Janganlah lekas-lekas marah dalam hati, karena amarah menetap dalam$ dada orang bodoh”. Kemudian dalam Amsal 14:29 “Orang yang sabar besar pengertiannya, tetapi siapa cepat marah membesarkan kebodohan.”
Dari kedua ayat ini kita melihat bahwa lekas/cepat marah berbanding lurus dengan kebodohan. Lekas marah selalu dihubungkan dengan kebodohan. Ketika kebodohan ada dalam diri seseorang maka dia bisa mengakibatkan hal-hal yang tidak baik bahkan merusak. Baik kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Itu sebabnya ketika seseorang lekas marah akan segera muncul pikiran-pikirang irasional, pikiran-pikiran bodoh, pikiran kacau, tindakan-tindakan amoral, tindakan destruktif, dan mempermalukan diri sendiri.
Ketika kemarahan itu disambut dengan kemarahan bisa menimbulkan pertengkaran hebat bahkan akibat yang fatal. Kita sering mendengar berita-berita di media yang menyebutkan bahwa gara-gara hal sepele terjadi tawuran antar anak sekolah, terjadi perang antar suku, antar kampung dan lain sebagainya. Seandainya pemilik toko itu juga seorang yang lekas marah maka sudah bisa dipastikan akan terjadi pertengkaran hebat yang membawa kerugian besar.
Saudaraku, Kitab Amsal tadi mengatakan supaya kita tidak memperbesarkan kebodohan akibat cepat marah. Seorang yang cepat marah telah dicap Alkitab sebagai orang bodoh. Namun dikatakan supaya kita mengedepankan kesabaran sebab orang yang sabar besar pengertiannya.