Selasa, 22 November 2011

Bagiku Engkau Sudah Sempurna

Ada sepasang suami istri duduk di meja berdua. Malam itu adalah malam untuk mengenang 2 tahun pernikahan mereka. Banyak yang sudah mereka jalani dan alami selama ini bersama. Baik suka maupun duka.

Malam itu sudah benar-benar dipersiapkan oleh si istri. Satu harian dia sudah merancang segala sesuatu untuk malam itu. Supaya perayaan 2 tahun pernikahan mereka dengan suami tercinta bisa berjalan dengan penuh kesan.

Dua buah lilin menyala ditengah-tengah meja. Sesekali lidah api lilin itu bergoyang seakan bersendaugurau dan berkejar-kejaran. Si Istri telah memasak masakan kesukaan suaminya.

Setelah mereka duduk berdua, suasana begitu indah si istri berkata: “Pa, malam ini saya sungguh bahagia, lebih dari tahun kemarin. Aku persiapkan spesial buat Papa”
“Oh..ya? apa saja itu Ma?”
“Lihat saya telah memasak masakan kesukaanmu, juga suasana rumah yang nyaman dan indah malam ini”.
“Iya sayang, Papa juga melihat itu semua, terimakasih yah, Kamu memang istri yang luar biasa”
Akhirnya mereka berdoa dan menikmati makan malam dengan penuh sukacita dan oenuh kasih.
Usai makan, si istri berkata lagi:
“Pa saya ada kejutan lain lagi nih…”
“Apa itu Ma?”.
“Saya berharap rumah tangga kita lebih baik ke depan. Saya ingin kita bisa saling menjaga perasaan, dan memperbaiki semua kelemahan-kelemahan kita masing-masing. Saya mau kita saling menulis di secarik kertas, apa-apa saja yang tidak Papa suka dari saya, kelemahan-kelemahanku, supaya aku tau”. Akupun akan menuliskan semua kelemahan dan kekuragan Papa yang kurasakan, supaya Papa tau”. Demikian usul sang istri.

Akhirnya si suamipun menurutinya, dia juga tidak ingin mengurangi keindahan malam itu.
Si Istri kelihatan sangan serius menulis di kertasnya, banyak dia tulisi. Sesekali dia melihat keatas mengingat-ingat segala kekurangan suaminya, dan menuliskannya.
“yap, siap, aku sudah siap Pa. Kamu gimana?”
“Papa sudah siap juga”.

Mereka saling melipat kertasnya dan bertukar kertas.
“ Nah sekarang Papa baca duluan yang ku tulis. Kita bersuara yah” dengan senangnya si istri berkata.
Si suami dengan senyum mulai membuka kertas itu, dan membacanya dengan bersuara.
“Papa sering pulang telat”
“Papa sering tidak memikirkan perasaanku”
“Papa gampang marah hanya karena masalah kecil”
“dll…”
Setiap dia baca satu, dia berhenti sejenak, si istri senyum sambil melihat ekspresi suaminya. Akhirnya si suami selesai membaca dan meletakkan kertas itu di meja.
“ Kini giliranku Pa” kata si Istri dengan semangat.
Ketika dia buka kertas itu, dia tidak menemukan apa-apa di dalamnya. Isinya kosong dan bersih.
Kemudian si istri kecewa dan berkata:
“Tadi kan sudah kubilang kita saling mengisi kekurangan pasangan yang kita rasakan untuk perbaikan kedepan, aku sudah banyak menulis, kok Papa malah tidak menulis apa-apa?” kata istrinya sedikit jengkel.

Akhirnya si suami berkata”
“ Sayang aku memang tidak bisa menulis apa-apa. Ketika aku sudah berjanji di hadapan Tuhan, pendeta dan jemaat untuk menerimamu apa adanya, baik suka maupun duka, maka sejak saat itu bagiku kamu sudah sempurna, tidak ada kekuranganmu yang sanggup saya tuliskan lagi. Aku sudah menerimamu apa adanya”.

Si istripun meneteskan airmatanya dan terisak menangis. Dia datang memeluk suaminya dan minta maaf, bahwa selama ini dia hanya melihat kekurangan suaminya. Dia berjanji akan menjadi istri yang terbaik bagi suaminya.

Sebagaimana Kristus tidak melihat kekurangan kita ketika dia hendak menyelamatkan kita, tetapi dia melihat KasihNya yang besar kepada kita umat ciptaanNya, bahkan rela menyerahkan nyawaNya. Jika Tuhan selalu melihat kekurangan dan dosa-dosa kita, maka tidak ada satupun alasan bagi Tuhan untuk menyelamatkan dan mengasihi kita. Tetapi karena KASIH dan janjiNya kepada dirinya sendiri sebagai Tuhan, maka kita memperoleh pembenaran dan keselamatan. Demikian jugalah si suami dalam hal mengasihi istrinya.

Efesus 5:25
Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya.

Syalom,
Harles Lumbantobing

KLIK  ARSIP  untuk melihat tulisan lainnya  di Daftar... ARSIP...

Allah itu Mutlak Baik

Dalam suatu ibadah saya bertanya kepada jemaat yang ikut ibadah:
“Apakah Allah itu baik?”
Semua menjawab “Yah, Allah itu baik”
Kemudian satu bersatu diminta untuk menyebutkan kebaikan Allah dalam hidup mereka yang dirasakan.

Ada yang menjawab,
“Allah baik kepadaku karena sampai saat ini saya masih bisa bernafas {hidup)”
“Allah itu baik kepadaku karena saya masih bisa berada di tempat ini dengan selamat”
“Allah itu baik karena dia telah menyelamatkanku”
“Allah itu baik karena Dia melepaskan aku dari pergumulan hidupku”.
“Allah itu baik karena Dia selalu merancangkan yang terbaik bagiku”
Demikian beragam tanggapan yang disampaikan ketika pertanyaan itu dilemparkan.

Saudaraku? Bagaimana dengan anda?
Jika pertanyaan itu sampai kepadamu saat ini Apakah Allah itu baik?
Apakah Dia baik hari ini, kemarin atau esok kepadamu? Apakah kebaikannya kepadamu? Dan Apakah jawabmu?

Dari mana kita mengukur kebaikan Allah?
Sering sekali manusia ataupun orang percaya mengukur kebaikan Allah dengan apa yang dia rasakan. Dengan apa yang dia terima dan peroleh dari Allah. Berdasarkan berkat-berkat yang dia terima dari Allah.

Ketika pertanyaan itu dilemparkan saat dia menghadapi pergumulan hidup, saat bisnisnya tidak lancar, saat ada masalah keluarga, saat ada beban berat di kantor atau dikeluarga, dan lain sebagainya, Pertanyaan ini sering dijawab dengan keraguan. Kadang tidak bisa lagi menjawab apakah Allah itu baik atau tidak.

Bagaimana jika jawaban-jawaban di atas situasinya dibalik. Misalnya ketika dia berkata “Allah itu baik karena saya bisa sampai ketempat ini dengan selamat”. Jika hari itu dia gagal sampai ketempat ibadah itu karena sesuatu hal, Apakah dia masih bisa berkata Allah itu baik? jujurkah jawaban itu?

Sering sekali kebaikan Allah itu kita buat situasional, atau tergantung situasi. Jika kita mengalami keberuntungan hari ini atau kemarin, dengan mantap kita akan mejawab “ALLAH ITU BAIK KEPADAKU” Kalau tidak, kita akan meragukan kebaikanNya. Meskipun mulut kita menjawab “baik” tetapi hati kita ada keraguan. Tidak mantap menjawabnya.

Adakalanya kita menganggap kebaikan Allah itu tergantung pemahaman manusia. Tergantung bagaimana kita hidup dihadapan Allah. Jika kita hidup benar, tidak jahat, maka kita yakini Allah itu pasti baik kepada kita, kita tidak akan pernah mengalami kegagalan atau penderitaan. Bagaimana jika kita jatuh dalam dosa, jatuh dalam kehidupan yang Allah benci, Apakah kita masih berani berkata dan mengimani Allah itu baik? dan akan berbuat baik lagi kepada kita?

Artinya bahwa pemahaman kita tentang kebaikan Allah dan sifat Allah tidaklah benar. Allah itu tidaklah situasional, KebaikanNya mutlak adanya. Kemutlakan Allah bukan tergantung kepada manusia, kemutlakan Allah bukan tergantung kepada berkat-berkatnya, tetapi Kemutlakan Allah tergantung kepada siapa diriNya sendiri.

Ketika Dia berkata: “Akulah jalan kebenaran dan hidup” maka itu adalah mutlak
Ketika Dia berkata: “ Aku adalah Allah yang setia” maka KesetianNya adalah Mutlak
Dan lain sebagainya. Itu artinya ketika Dia berkata “Aku adalah ALLAH” maka Dia juga mutlak Allah.

Dalam ibadah itu saya bersyukur dengan jawaban seorang ibu yang berkata: “Allah itu baik bagi saya, sebab ketika anak saya yang kami tunggu-tunggu lahir, umurnya hanya singkat dan dia meninggal di panggil Tuhan. Saya bersyukur karena jika dia hidup betapa sakitnya hidup yang akan dijalaninya, dan saya tidak bisa membayangkan bagaimana kami bisa menjalani hidup dengan keadaan dia yang sakit, jadi Tuhan itu baik Dia berikan yang terbaik bagiku”.
Ini sebuah pernyataan iman tentang kebaikan Allah yang dirasakan secara pribadi, dalam keadaan derita dan pergumulan yang berat dia sanggup berkata “Allah itu baik bagiku”.

Jadi ketika kita mengalami kemalangan sekalipun, penderitaan sekalipun, kegagalan sekalipun, itu tidak akan pernah merubah bahwa ALLAH ITU BAIK termasuk kepada kita, dan DIA AKAN BUKTIKAN itu dalam kehidupan kita, karena Dia mutlak baik.

Hanya iman kita akan menuntun kita untuk bisa melihat dan menyaksikan kebaikan Allah yang Dia tunjukkan ditengah penderitaan ataupun sukacita kebahagiaan yang kita alami.
Jadi bagaimana… Apakah Allah itu baik kepadamu? Dapatkah saudara melihat dan merasakannya dalam segala situasi?
Bersyukurlah bahwa ALLAH ITU MUTLAK BAIK”

Syalom,

Harles Lumbantobing.

KLIK  ARSIP  untuk melihat tulisan lainnya  
Daftar... ARSIP...

Senin, 17 Oktober 2011

Berapa banyak dalam sehari anda memikirkan uang?

I Timotius 6: 9-10:

"Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka".



UANG, uang, dan uang lagi.Demikian terkenalnya uang ini, sehingga benda yang satu ini memasuki top score pengisi dan penghuni otak manusia.Kalau kita melihat dan mengamati keseharian setiap manusia, dalam semua aktivitasnya ataupun pekerjaannya, ujung-ujungnya uang.

UANG, kata yang tidak kuno, dan tidak akan pernah kuno dalam pikiran, manusia. Pikiran manusia mayoritas dihiasi oleh uang.
Sejak kecil anak sudah kita persiapkan untuk mendapat uang banyak dikemudian hari. Itu sebanya dia kita sekolahkan.Seorang anak sekolah, tujuannya supaya pintar. Setelah pintar dia bisa dapat kerja yang bagus, tujuannya supaya dapat uang yang banyak. Atau mampu buka usaha sendiri supaya menghasilkan banyak uang. Yah…. Ujung-ujungnya uang.

UANG tidak bisa dilepaskan lagi dari kehidupan manusia. Kita melihat sepertinya tanpa uang mustahil bagi seseorang untuk bisa hidup di bumi ini. Ketika tidak ada benda ini dikantong seseorang maka kita bisa melihat sepertinya hidupnya hampa, dan tidak tentram.
Itulah UANG. Orang yang tidak punya uang pingin punya uang. Yang sudah punya uang merasa kurang banyak, yang sudah banyak uang merasa belum punya apa-apa.

Pagi-pagi pergi kerja, pulang sore, jika masih memungkin kerja sampingan lagi, tujuannya supaya dapat uang. Sebab dengan dapat uang, bisa beli beras, beli makan, pakaian, rumah, mobil, dan lain sebagainya.
Alat tukar ini sudah ada sejak dahulu kala. Tujuannya sangat baik, untuk mempermudah kehidupan manusia. Tetapi benda yang hendak mempermudah hidup manusia ini juga ternyata menjadi benda yang bisa membuat hidup manusia semakin sulit, bahkan sampai rela bertaruh nyawa atau menghilangkan nyawa orang lain.

Saat ini, sepertinya semua bidang kegiatan yang dilakukan manusia adalah untuk menghasilkan uang. Mulai dari kegiatan/pekerjaan sekuler sampai kepada kegiatan kerohanian.Benar, bahwa untuk membuat suatu kegiatan kerohanian sajapun, pasti dibutuhkan uang. Bahkan tanpa uang, banyak kegiatan yang tidak bisa berjalan. Ada orang yang rela melayani kemana-mana, sampai jam berapapun, yang penting ada ucapan syukurnya (uang). Jika tidak ada, hanya kata terimakasih, kemungkinan tidak akan berlangsung lama. Hanya sebentar saja. Tetapi jika bayarannya mantap, akan terus dikerjakan sampai kapanpun.

Ada orang yang tulus melayani dan tanpa pamrih, tetapi dikemudian hari ketulusan ini bisa hilang hanya karena uang.Mulai bangun pagi, manusia sudah bergumul dengan uang. Mulai dari belanja sarapan pagi, ongkos transportasi, berdagang, bahkan belajar yang kita tau ujung-ujungnya punya pekerjaan bagus supaya dapat uang banyak. Demikian juga orang yang pergi bekerja dengan harapan diakhir atau diawal bulan mendapatkan gaji atau uang.

Masalahnya adalah, seberapa banyak kita memikirkan uang dibanding memikirkan Tuhan. Seberapa besar persentase antara uang dengan Tuhan kita di dalam hati dan pikiran kita.

Sering sekali kita disibukkan dengan uang, sehingga kita melupakan Tuhan. Uang telah berhasil merubah pusat pikiran dan hati kita. Yang seharusnya kepada pemberi berkat (Tuhan) menjadi kepada berkat yang diberi(uang). Uang telah menyita begitu besar waktu dan perhatian manusia. Sepertinya “Tanpa uang hidup manusia jadi hampa dan kosong”, “Tanpa Tuhan manusia masih bisa hidup asalkan ada uang”. Setan telah memutarbalikkan segala sesuatu.

Tuhan adalah pusat perhatian, pikiran, dan hati manusia. Tuhan mengajarkan dalam Matius 6:33: “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu”. Artinya, si Pemberi berkat itulah yang lebih dahulu kita kejar dan cara, maka berkat-berkat itu semua akan ditambahkan kepada kita.

Tetapi kekuatan uang ini sangatlah besar. Telah terbukti sejak ribuan tahun. Bahkan Tuhan Yesus dihianati oleh Yudas Iskariot karena uang. Begitu banyak penderitaan di bumi terjadi karena uang, begitu banyak airmata dan derita karena uang, begitu banyak nyawa melayang sia-sia karena uang. Hati-hatilah, uang dipakai oleh si Iblis dengan luar biasa untuk menjauhkan kita dari Tuhan, dan menghancurkan umat manusia yang Tuhan kasihi.

Lihat saja, hampir semua kejahatan terjadi penyebabnya adalah uang. Karena Alkitab telah menggarisbawahi bahwa “Akar segala kejahatan adalah cinta uang”. Bahkan orang rela menderita, menyakiti dirinya, menjual dirinya, menjual kebebasannya, bahkan hidupnya hanya demi uang.
Hari ini, minggu ini, bulan ini, seberapa banyak anda memikirkan uang? Bahkan saat membaca tulisan saya ini, seberapa banyak anda memikirkan uang?


Waspadalah!


Uang bukan segala-galanya. Uang masih terlalu kecil bila dibandingkan dengan si Pemberi berkat itu. Tetapi, Uang akan begitu besar pengaruhnya saat kita melupakan si Pemberi berkat itu.

Seberapa banyak anda memikirkan Tuhan hari ini……??

Syalom.

Harles Lumbantobing.

NB: Temukan juga tulisan ini di:
http://hartob.blogspot.com

baca juga:


Rumus hidup bahagia

KLIK  ARSIP  untuk melihat tulisan lainnya  di Daftar... ARSIP...

Kamis, 25 Agustus 2011

Kisah si Sulung Dari Anak Yang Hilang: "Merasa Tidak Memiliki"

Lukas 15: 25-32
Kita masih ingat kisah anak yang hilang dalam Lukas 15:11-32. Kisah ini sangat terkenal terutama jika bicara tentang pertobatan dan hati Tuhan. Di sisi lain Ada tokoh lain yang kurang diberitakan yaitu sang Abang dari anak yang hilang. Jadi ada 3 tokoh sebenarnya yang diceritakan dalam perikop ini. Dan salah satunya adalah si Abang (sulung), yang kurang mendapat perhatian dari kita seperti si Bungsu dan si Bapa.

Cemburu dan merasa tidak Adil adalah 2 kata atau ungkapan yang kita pakai buat si Sulung ini. Ketika adiknya pulang atau ditemukan kembali, sang Ayah membuat acara besar dan khusus, memotong anak lembu tambun, memberi pakaian terbaik dan cincin pada jarinya. Bagi sang Abang yang telah melihat prilaku adiknya yang sudah sesat, bahkan merusak nama baik keluarga, perlakuan ini berlebihan dan keterlaluan. Seharusnya dia dihukum, atau dijadikan sama dengan pembantu-pembantu mereka yang lain, supaya adiknya jera dan menerima upah atas perbuatannya.

Dia sakit hati, atas perlakuan spesial ini, bahkan dia tidak mau masuk, dan menganggap Ayahnya diskriminatif atau pilih kasih, dan membuat si adik sebagai anak emas. Padahal selama ini belum pernah sekalipun dia diperlakukan ayahnya demikian. Dia sakit hati, marah, dan tidak terima atas perlakuan ayahnya.

Ketika ayahnya menyapa dia, dia marah dan protes kepada ayahnya. Tetapi Ayahnya berkata : “Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu. Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."

Orang percaya sering berprilaku seperti sang Abang ini. Sudah bertahun-tahun kita percaya dan beriman kepada Kristus. Bahkan turut melayani di Gereja atau di tempat lain. Kita merasa semakin kita mengikut dan melayani Dia, kehidupan kita begitu-begitu saja, bahkan ada yang semakin menderita. Pergumulan dan tantangan semakin banyak. Sepertinya kita tidak diperhatikan oleh Tuhan. Tetapi baru saja ada yang baru bertobat dan memulai untuk sungguh-sungguh di dalam Tuhan sepertinya kita melihat hidup dan kehidupan mereka semakin baik. Mereka berbahagia dan puas mengikut Tuhan. Padahal jika kita amat-amati kehidupan beriman mereka belumlah seperti yang diharapkan karena mereka seorang yang baru bertobat. Masih sering jatuh dalam dosa, tidak terlibat pelayanan, masih belum tau banyak tentang Firman Tuhan, Berdoa masih susah, baca Alkitab belum rajin, tetapi sepertinya berkat rohani dan jasmani bagi mereka mengalami peningkatan yang signifikan. Sementara kita sendiri rasanya stagnan atau tetap jalan ditempat. Ada orang yang serius mengikut Tuhan bertanya-tanya dalam dirinya, mengapa kehidupannya tidak berubah. Kenapa berkat-berkat Tuhan tidak bisa dinikmati seperti yang dimiliki atau dinikmati orang lain.

Kalau kita mengikuti perkataan sang Bapa dalam cerita ini bahwa “segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu” benarkan demikian? Jawabannya benar. Sebenarnya si Abang bisa memotong anak lembu tambun jika dia ingin. Tinggal ngomong saja sama ayahnya, tetapi sesungguhnya segala keperluannya sudah dipenuhi ketika dia bersama-sama dengan ayahnya. Segala sesuatu cukup bagi dia, tidak ada yang kurang. Kecuali dia bernafsu untuk bergaya hidup mewah seperti orang lain, meniru-niru orang lain atau ingin menjadi sama dengan orang lain yang sebenarnya berbeda dengan dia, , maka kemungkinan dia akan selalu kekurangan dan bahkan bisa menghabiskan apa yang ada untuk bisa mengikuti orang lain. Padahal sesungguhnya yang ada sekarang ini sudah cukup bagi dia. Tetapi bukan berarti dia tidak bisa meminta. Dalam 1 Timotius 6 :8 Firman Tuhan berkata, "asal ada makanan dan pakaian cukuplah". Namun memang manusia selalu tidak pernah merasa puas.

Sekilas kita lihat bahwa si anak bungsu ketika mendesak meminta bagiannya kepada bapanya, bapanya akhirnya memberikannya. Meskipun bapanya tau bahwa diluar rumah bapanya tidak ada yang lebih baik. Artinya jika kita minta kepada Tuhan dan tidak bertentangan dengan rencananya dan kebenaranya kita bisa saja menerimanya. Namun bisa saja Tuhan mengabulkan (mengijinkan) apa yang kita minta dengan berkeras dan ngotot kepada Tuhan, padahal Tuhan tau apa yang terjadi di depan jika itu diberikanNya. Tetapi karena kekerasan hati kita Dia pun memberikannya. Tetapi ingatlah bahwasanya ada masalah besar menanti di depan. Ada musibah yang menanti.

Masalahnya jika kita memaksakan memperoleh apa yang kita minta apakah kita bisa menjamin akan bisa bertahan jika masalah itu muncul? Apakah kita bisa menjamin bahwa kita tidak akan mengalami seperti yang dialami si anak bungsu? Apakah kita bisa menjamin bahwa seandainya kita mengalami apa yang dialami si anak bungsu bahwa kita akan sadar dan bertobat dan kembali kepada Tuhan? Atau jangan-jangan kita sudah putus asa di tengah jalan dan seterusnya lari dari Tuhan.

Dalam kehidupan nyata cerita si abang dari anak yang hilang inipun bisa saja terjadi di dalam sebuah keluarga. Adanya perasaaan setiap anak yang dibeda-bedakan dan diskriminatif. Perlakuan ini bisa menimbulkan perpecahan dan pertengkaran di antara sesama saudara. Maka dari itu diperlukan hati seorang Bapa dan kebijaksanaannya seperti dalam kisah ini dalam menangani pertengkaran itu.

Apakah sang Bapa itu pilih kasih? Jawabannya tidak. Jelas sekali perkataannya bahwa punya bapanya adalah punya dia juga. Artinya bahwa kapan saja dia sebenarnya bila diperlukan dia bisa untuk memakai dan menggunakan fasilitas yang dimiliki Bapanya. Tetapi hal ini yang sebenarnya tidak disadarinya di dalam hidupnya, bahwa dia dengan bapa adalah satu. Milik bapa adalah miliknya juga. Sementara si anak yang hilang sudah tidak punya apa-apa lagi.

Memang bisa saja terjadi adanya pembeda-bedaan perlakuan terhadap anak-anak. Tetapi sebagai orang tua kristen ini tidak boleh terjadi. Sebab potensi terjadinya luka-luka batin sangat besar terjadi kepada mereka-mereka yang merasa diperlakukan diskriminatif, dan jika dipelihara bisa menimbulkan luka-luka batin dan perpecahan. Namun si Abang ini sesungguhnya tidaklah diperlakukan secara diskriminatif, hanya merasa diskriminatif.

Mengapa hal ini bisa terjadi?
  1. Kekecewaan dan rasa malu yang selama ini atas perlakuan dan perangai adiknya. Manusiawi memang, dan wajar jika dia marah dan kecewa. Nama baik keluarga telah dirusak oleh prilakunya.
  2. Harta dan kerajaan Bapanya sekarang adalah warisan milik dia (si Sulung). Adiknya sudah tidak ada lagi. Sehingga jika adiknya yang sudah berperangai seperti itu, datang lagi, dan harus dilayani ibarat raja, dan di elu-elukan dengan menggunakan harta yang menjadi warisannya, tentu saja mungkin dia keberatan besar.
  3. Dia bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan dan pengembangan kerajaannya. Alangkah tidak punya pikiran dia rasa si Adik yang sedemikian menghambur-hamburkan dan memfoya-foyakan kekayaannya, datang ke kembali dan melakukan pesta besar, dengan hasil dari jerih payah si Abang. Dia merasa ini semua tidak adil.
  4. Dia merasa belum pernah diperlakukan spesial oleh Bapaknya. Disini dia cemburu berat dengan apa yang dialami si Bungsu. Dia merasa dia juga perlu mangalami seperti itu. Padahal sesungguhnya dia bebas untuk melakukan apapun yang ia inginkan di dalam kerajaannya sebab sekarang milik Bapanya adalah miliknya juga.
Akibatnya muncullah rasa marah, benci, panas hati yang melahirkan akar-akar pahit. Pucak kemarahan ini dia lampiaskan kepada Bapaknya sebagai bentuk protes.

Sering sekali kita tidak menyadari bahwa sebenarnya kita sudah hidup bersama-sama dengan Bapa, dan kerajaannya adalah milik kita ketika kita percaya kepadanya dalam nama Yesus Kristus. Ada beberapa akibat yang timbul dari sikap ini:
  1. Kita tidak pernah merasakan bahwa Tuhan bersama-sama dengan kita senantiasa.
    Sepertinya setelah hidup dalam Tuhan, kita seperti dilepas dan dibiarkan berjuang sendiri untuk mempertahankan status itu. Sampai kepada kebutuhan hidup dirasakan tidak akan dicmpuri Tuhan. Jadi harus berjuang sendiri untuk itu.
  2. Munculnya perasaan terkekang atau tidak bebas karena status anak Tuhan.
    Hidup dalam Tuhan tentunya harus bisa menyangkal diri dan tidak sama dengan dunia ini. Perjuangan untuk berani tampil beda ini menuai beban, penderitaan dan perjuangan. Kadang kedagingan kita memberontak. Tetapi kita harus berjuang menjadi saksi-saksi Kristus. Tetapi karena keinginan ingin sama dengan dunia ini begitu keras, dan sikap ingin coba-coba seperti orang lain, sehingga muncul perasaan tidak bebas dan terkekang dalam mengenakan status itu.
  3. Keinginan untuk menjadi seperti orang lain dan memiliki apa yang dimiliki orang lain.
    Padahal sesungguhnya dalam konsep Alkitab, Tuhan akan memelihara hidup kita dan mencukupkan segala kebutuhan kita. Masalahnya kita tidak pernah merasa cukup dengan apa yang ada. Bahkan kita merasa apa yang dinikmati dan dimiliki orang lain harus juga kita rasakan dan miliki. Padahal belum tentu itu cocok untuk kita. Sebenarnya Tuhan memberikan yang paling tepat dan cocok kepada setiap anak-anaknya. Yang cocok bagi si A belum tentu cocok bagi si B. Tetapi bagi mereka masing-masing itu sebenrnya yang paling pas.
  4. Selalu tidak puas, sehingga tidak lagi bersyukur
    Selalu merasa kurang dengan apa yang ada dan diperoleh. Sepertinya yang Tuhan berikan terlalu sedikit. Sehingga keadaan ini menutupi kebenaran bahwa kita harus bersyukur kepada Tuhan atas apapun yang kita alami dan peroleh. Tuhan sesungguhnya tidak membuat kita berkekurangan namun berkecukupan tetapi bukan berkemewahan. Tetapi sikap kita yang membuat seakan-akan kita selalu kekurangan.
Akibat dari semua itu akan timbul perasaan sensitif, mudah tersinggung dan sulit mengampuni orang lain.
Jadi Permasalahan yang terbesar dialami si Sulung sebenarnya adalah tidak adanya perasaan memiliki harta/warisan Bapanya, atau belum merasa sebagai ahli waris, dan Kecewa dan dendam selama ini yang dipendam terhadap adiknya. Dugaan bawha warisannya akan berkurang dan dibagi lagi kepada si Adik.

Demikian juga dengan kita. Ketika Kristus telah menyelamatkan kita dan menjadi anak-anakNya, itu berarti kita telah menjadi ahli waris kerajaan sorga. Di rumah Bapa banyak berkat melimpah yang disediakan bagi para ahli warisnya. Pernahkan kita merasakannya? Percayakah kita perkataan tadi bahwa “Segala kepunyaanku adalah kepunyaanmu?”. Seandainya ada orang-orang yang hidupnya semakin diberkati, taraf hidupnya semakin meningkat, sukses, lebih dari pada keadaan kita, kita juga akan mampu bersukacita bersama mereka dengan kesuksesan mereka, Lalu kita akan tetap mampu bersyukur dan bersukacita, bahwa kita juga disediakan Bapa berkat melimpah di Sorga, dan jika sudah tepat waktunya di bumi pun akan kita nikmati.

Selamat menikmati hidup yang dari Tuhan.
Syalom.


Baca juga:
Ikan yang putus ekor: Akibat jika tidak tinggal tetap dengan Yesus
Rumus Hidup bahagia
Waspadalah jika hidup anda sekarang lagi tenang

KLIK  ARSIP  untuk melihat tulisan lainnya  di Daftar... ARSIP...

Sabtu, 13 Agustus 2011

Manfaat Bermain di Luar Rumah Bagi si Kecil

Jakarta, Saat ini jarang ditemukan anak-anak yang bermain di luar rumah bersama teman-temannya. Padahal ada banyak keuntungan yang bisa didapatkan si kecil dari bermain bersama ini.

Orangtua sebaiknya tidak meremehkan permainan anak-anak, karena permainan itu bisa mengembangkan keterampilan penting yang nantinya diperlukan anak serta mempersiapkan otak anak untuk menerima tantangan ketika dewasa kelak.

Namun para ahli perkembangan anak menuturkan bahwa jumlah anak yang bermain bebas selama 3 dekade terakhir telah menyusut, anak-anak cenderung lebih banyak bermain video game di dalam rumah atau menonton televisi.

Berikut ini 5 manfaat yang bisa didapatkan si kecil jika ia bermain bebas diluar rumah bersama teman-temannya, seperti dikutip dari Livescience, Sabtu (13/8/2011) yaitu:

1. Memiliki perilaku yang lebih baik
Studi tahun 2009 yang dipublikasikan dalam jurnal Pediatrics menunjukkan bahwa anak-anak memiliki perilaku lebih baik jika ia memiliki waktu untuk bermain dengan teman-temannya di taman bermain.

2. Mengajarkan toleransi pada anak
Studi yang dipublikasikan dalam Early Childhood Education Journal tahun 2007 mengungkapkan bahwa bermain bebas membantu anak memiliki kesadaran atau toleransi terhadap orang lain serta mengatur emosinya.

"Bermain juga membuat anak mengerti tentang aturan-aturan sosial yang ada," ujar Kathy Hirsch-Pasek, seorang psikolog perkembhangan anak di Temple University.

3. Membuat anak bergerak
Berlari-larian atau memanjat mainan membuat anak lebih banyak bergerak dibanding hanya menonton televisi atau bermain komputer. Jika anak-anak sudah terbiasa aktif, maka ia akan menjadi orang dewasa yang aktif, sehingga mengurangi risiko jantung, obesitas dan penyakit lainnya.

4. Belajar sambil bermain
Permainan tertentu bisa membuat anak bermain sambil belajar, seperti halnya berhitung. Dengan begitu anak lebih mudah untuk belajar angka atau pertambahan jika permainan yang dilakukan menggunakan skor.

5. Bermain adalah hal yang menyenangkan bagi anak
Hirsch-Pasek menuturkan bermain adalah salah satu hal alami yang dibutuhkan oleh anak-anak, yang mana ia bisa berkumpul dengan teman-temannya dan merasa bebas bereksperimen. Selain itu bermain juga menjadi sarana untuk mengembangkan kemampuan motorik anak.

Sumber: www.detikhealth.com

Jumat, 24 Juni 2011

Pelajaran dari Ikan yang putus ekor

Suatu siang di bulan juni 2011 saya pulang dari kantor kerumah untuk makan siang. Anak saya Ian langsung melapor bahwa salah satu ikannya di akuarium sdh mau mati. Beserta mertua saya juga turut melihat dan mengatakan bahwa ekornya yang panjang dan cantik putus, tetapi tidak nampak. Jadi ikannya tidak lagi melayang/berenang rata di atas, tetapi sudah mulut keatas dan ekor kebawah. Saya cari-cari ekornya tidak nampak. Kalau kami sebut digigit ikan yang lain, tidak, karena dia paling besar dan paling sehat. Lalu saya ambil kesimpulan bahwa ekor ikan itu putus karena dikait kucing dari atas, sehingga lepas dimakan kucing. Lalu kami biarkan ikan itu seperti itu.

Tiba sore hari, saya pulang kerja saya lihat ikan itu tidak ada lagi dan kedua anakku melapor bahwa ikannya sudah mati. Mertua saya bilang bahwa ikan itu telah diambil karena airnya jadi bau dan sudah susah hidup dan pasti akan mati.

Malam hari ketika aku mau melanjutkan bacaan Bible reading, saya diingatkan kepada peristiwa ekor ikan yang putus itu. Saya teringat perkataan Yesus tentang Pokok anggur yang benar. Yohanes 15:5: ”Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa”.
Ketika ekor ikan itu menempel pada induknya, maka dia akan cantik melambai-lambai, dan senang kita melihatnya. Ketika dia menempel ada kehidupan yang mengalir dari pangkal ekor sampai ke ujung ekor. Namun ketika ekor itu lepas dari ikan itu, nasib dan keadaannya berubah. Ada beberapa perubahan yang saya lihat dari keadaan itu:

1. Terlepas dan jauh dari induknya, sehingga dia tidak mendapat makanan atau kehidupan dari
induknya.
Demikian juga dengan orang percaya kepada Kristus, ketika kita terlepas dari pokok anggur yang benar itu, kita tidak akan mendapat lagi nutrisi rohani atau makanan rohani. Sehingga kerohaniaan kita kering, dan kita akan mati. Seperti Firman Tuhan tadi, “di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa". Jasmani kita boleh ada, boleh bergerak, tetapi tubuh jasmani kita sudah mati.

2. Ekor itu jadi bau
Demikian juga dengan manusia yang terlepas dari Kristus. Hidupnya akan segera bau. Baulah rejekinya, baulah kesaksiannya, baulah berkatnya, dan akan banyak orang akan menghindar dari dia, karena sudah bau.

3. Sekelilingnya jadi bau.
Air dalam akuarium itu jadi bau. Harus diganti dan bersihkan. Demikian juga dengan kita yang sudah tidak hidup lagi dalam Kristus, lingkungan dan sekitar kita bisa terpengaruh jadi bau. Kesaksian hidup kita yang tidak benar bisa berakibat buruk bagi orang lain, dan juga bagi diri kita sendiri. Apakah lingkungan itu rumah tangga, lingkungan pekerjaan, lingkungan tenpat tinggal dan lain sebagainya. Tentunya Kristus tidak akan dipermuliakan dalam hidup kita, malah lebih parah bisa membawa orang lain bukan kepada Kristus, tetapi malah menjerumuskan banyak orang ke dalam maut.

Pelajaran dari ekor ikan yang putus ini berharga, sehingga kita harus senantiasa memastikan bahwa kita masih hidup melekat dengan pokok anggur yang benar itu yaitu Yesus Kristus.

Sudahkah anda mendapat asupan nutrisi hari ini dari Yesus?

Syalom,

KLIK  ARSIP  untuk melihat tulisan lainnya  di Daftar... ARSIP...
Harles.

Rumus Hidup Bahagia

Suatu ketika saya bincang bincang dengan abang saya Pdt. Humala Lumbantobing, MTh. Dia menceritakan suatu cerita tentang orang tua temannya sepelayanan demikian:

Suatu hari ada seorang hamba Tuhan bertanya kepada seorang bapak-bapak tua, yang sudah lanjut umurnya, namun dari pembawaannya dia masih sehat, energic, dan expresinya selalu segar dan bahagia. Hidupnya selalu semangat dan selalu berseri. Beliau bertanya kepada bapak tua itu, Apa rahasia sehingga bapak selalu tampil segar dan berseri setiap saat?
Bapak itu menjawab: “Dalam hidup ini selalulah berpikir positip, dan jauhilah berpikir negatif. Itu saja resepnya”. Katanya.

Dari kesaksian hidupnya ternyata Bapak ini tidak mau membuat hidupnya sulit dan rumit. Dia berpikir sederhana dan ringkas. Jika ada masalah dalam hidupnya diserahkannya kepada Tuhan, biar Tuhan yang urus. Jika tanamannya tidak menghasilkan atau panennya gagal dia hanya berkata: “ ya sudah, mungkin belum rejeki tahun ini, mari tanam lagi”. Kalau ada orang bersikap atau berbuat tidak sepatutnya kepadanya, dia hanya berpikir “mungkin dia sedang ada masalah, doakan aja dan ampuni dia”. Jika dia kehilangan barang dia hanya berkata: “ya sudah, mungkin ada yang lebih membutuhkannya”. Sehingga dia tidak pernah susah tidur dan stress memikirkan semuanya itu.

Memang benar, dalam hidup kita perlu berpikir ringkas, sederhana, dan positip. Dalam kenyataan sering kita jumpai orang yang selalu berpikir negatif tentang orang lain, tentang dirinya sendiri, bahkan tentang Tuhan.

Jika ada orang tidak datang dalam acara atau undangan, cepat kali kita mengambil kesimpulan dan berkata: “ah…. Memang gak ada perhatiannya itu; “ah… memang gak ada otaknya itu”; “ah… memang tidak ada kesetiakawannya itu”; dan lain sebagainya. Jika uasaha dan pertanian kita gagal, maka akan kita pikirkan setengah mati, siang dan malam sehingga kita tidak bisa tidur. Jika ada orang bersalah kepada kita, akan terus terbawa bawa pikiran, dan hati kita panas dan dendam, sehingga tidak bisa damai dan tidak bisa tidur, dan selalu berkata mengapa…?, mengapa…?

Pelajaran hidup ini penting. Sebab ketika kita berpikir negatif tentang orang lain sebenarnya kita sedang menambah bara api di atas kepala kita. Kita sedang menempatkan diri kita ke dalam posisi tidak nyaman, tidak sejahtera,bahkan stress.

Dalam pergumulan hidup juga demikian. Setiap apa yang kita alami dalam hidup ini juga harus kita tanggapi dengan pikiran yang benar, bahwa segala sesuatu terjadi atas diri kita adalah sepengetahuan Tuhan dan masuk dalam master plan nya Tuhan. Jadi pada intinya kita tidak perlu terlalu takut dan risau dengan apa yang akan terjadi. Yang paling penting adalah kita jalani sajalah, Tuhan tau apa makna dan arti semuanya itu. Dia akan mengungkapkannya juga kepada kita tepat pada waktunya.

Sebab jika kita berpikir negatif dengan apa yang kita alami dalam hidup ini, kita akan tenang dalam hidup. Berpikir negatif melahirkan risau, risau melahirkan kuatir, kuatir melahirkan takut, takut melahirkan sembunyi dari kenyataan, bahkan sembunyi dari Tuhan. Sembunyi menyebabkan kita jauh dari berkat-berkat Tuhan. Sehingga apa yang negatif yang kita pikirkan akhirnya akan kita alami atau menimpa kita.
Jadi tetaplah kendalikan pikiran kita.

Syalom. Harles.

KLIK  ARSIP  untuk melihat tulisan lainnya  di Daftar... ARSIP...