Minggu ke 19 Setelah Trinitatis
Tema:
MELESTARIKAN BUDAYA
Ev: Ayub 42:7-17
Ep: Yohanes 2:1-12
Ayub 42:7-17 (TB)
42:7 Setelah TUHAN mengucapkan firman itu kepada Ayub, maka firman TUHAN kepada Elifas, orang Téman: "Murka-Ku menyala terhadap engkau dan terhadap kedua sahabatmu, karena kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub.
42:8 Oleh sebab itu, ambillah tujuh ekor lembu jantan dan tujuh ekor domba jantan dan pergilah kepada hamba-Ku Ayub, lalu persembahkanlah semuanya itu sebagai korban bakaran untuk dirimu, dan baiklah hamba-Ku Ayub meminta doa untuk kamu, karena hanya permintaannyalah yang akan Kuterima, supaya Aku tidak melakukan aniaya terhadap kamu, sebab kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub."
42:9 Maka pergilah Elifas, orang Téman, Bildad, orang Suah, dan Zofar, orang Naama, lalu mereka melakukan seperti apa yang difirmankan TUHAN kepada mereka. Dan TUHAN menerima permintaan Ayub.
42:10 Lalu TUHAN memulihkan keadaan Ayub, setelah ia meminta doa untuk sahabat-sahabatnya, dan TUHAN memberikan kepada Ayub dua kali lipat dari segala kepunyaannya dahulu.
42:11 Kemudian datanglah kepadanya semua saudaranya laki-laki dan perempuan dan semua kenalannya yang lama, dan makan bersama-sama dengan dia di rumahnya. Mereka menyatakan turut berdukacita dan menghibur dia oleh karena segala malapetaka yang telah ditimpakan TUHAN kepadanya, dan mereka masing-masing memberi dia uang satu kesita dan sebuah cincin emas.
42:12 TUHAN memberkati Ayub dalam hidupnya yang selanjutnya lebih dari pada dalam hidupnya yang dahulu; ia mendapat empat belas ribu ekor kambing domba, dan enam ribu unta, seribu pasang lembu, dan seribu ekor keledai betina.
42:13 Ia juga mendapat tujuh orang anak laki-laki dan tiga orang anak perempuan;
42:14 dan anak perempuan yang pertama diberinya nama Yemima, yang kedua Kezia dan yang ketiga Kerenhapukh.
42:15 Di seluruh negeri tidak terdapat perempuan yang secantik anak-anak Ayub, dan mereka diberi ayahnya milik pusaka di tengah-tengah saudara-saudaranya laki-laki.
42:16 Sesudah itu Ayub masih hidup seratus empat puluh tahun lamanya; ia melihat anak-anaknya dan cucu-cucunya sampai keturunan yang keempat.
42:17 Maka matilah Ayub, tua dan lanjut umur
----------------------
Shalom, selamat hari minggu bagi kita semua. Bersyukur dan senang rasanya masih bisa menyapa saudara lewat renungan minggu ini. Kiranya saudara semua ada dalam lindungan Tuhan kita, baik yang membaca dan merenungkan ini dalam suasana ibadah online (daring) di rumah, ataupun yang membacanya dalam suasana dan kesempatan yang lain. Saudaraku, Tuhan memberkati kita hari ini dengan sebuah tema “MELESTARIKAN BUDAYA”. Lewat Nas Firman Tuhan hari ini bagi kita, mau membukakan tentang bagaimana kita menyikapi budaya sebagai orang percaya (pengikut Kristus).
Budaya bersumber dari suatu kebiasaaan yang turun-temurun dalam suatu kelompok manusia. Kebiasaan hidup sehari-hari itu akhirnya disepakati dan dipegang teguh secara turun-temurun maka terjadilah sebuah budaya. Budaya itu menjadi ciri khas dari sebuah suku atau kelompok manusia dalam suatu lingkungan atau area.
Dalam Wikipedia disebutkan bahwa “Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai budaya, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu kelompok”. Apabila adat ini tidak dilaksanakan akan terjadi ketidakharmonisan yang menimbulkan sanksi oleh masyarakat setempat terhadap pelaku yang dianggap menyimpang atau melanggar.
Sejak semula manusia pada dasarnya hidup berbudaya. Budaya ini dilandasi oleh kebiasaan sehari-hari. Jaman Adam kelompok manusia pertama sudah memiliki budaya atau keiasaan. Budaya itu berasal dari perintah Allah yaitu budaya bekerja dan budaya menyembah. Budaya bekerja ini bisa kita temukan dalam Kejadian 1: 28 dan kejadian 3: 17. Demikian juga budaya menyembah kita temukan dalam Kejadian 4:1-5. Tujuan budaya ini sesungguhnya Tuhan perintahkan dan Tuhan jadikan sebagai sifat natural manusia adalah untuk memuliakan Tuhan.
Kebudayaan baik ini kemudian disusupi Iblis dan masuk ke dalam budaya manusia, dan cenderung mengontrolnya. Demikianlah sejak jaman purba kala. Kalau budaya ini Tuhan kehendaki untuk kemuliaanNya, maka Iblis menjadikannya untuk kemuliaan Iblis. Kalau Tuhan membuatnya untuk menyembahNya, maka Iblis juga membuatnya untuk menyembah Iblis.
Jadi sebuah budaya bisa dilahirkan dari tiga sumber. Yang pertama berdasarkan atas sifat alamiah manusia. Kedua berdasarkan perintah agama: misalnya bangsa Israel memiliki adat dan budaya yang banyak dilatarbelakangi hukum taurat. Perintah Tuhan secara turun-temurun itu menjadi budaya bagi bangsa Israel. Dan yang ketiga sebuah budaya dan adat istiadat juga bisa muncul atas perintah atau inspirasi spiritual berbau okultisme (kuasa gelap) yang diprakarsai Iblis untuk dilakukan manusia. Hal-hal tersebut bisa kita lihat dalam berbagai budaya di setiap suku yang masih memiliki banyak adat kebudayaan yang berbau mistis dan atas dasar perintah spiritual gelap.
Pada setiap suku bangsa yang ada di dunia ini sudah memiliki adat istiadat yang sudah mengikat setiap sukunya bahkan jauh sebelum kekristenan ada. Adat dan budaya itu memelihara dan mengikat hajad hidup setiap masyarakatnya. Memilhara dan melestarikan budaya itu adalah sebuah keharusan bagi masyarakat adat tersebut. Sebab dalam tatanan masyarakat bahwa adat istiadat itu adalah aturan dan hukum yang mengikat setiap warganya jika mau hidup bahagia. Melanggar adat berarti melanggar peraturan dan konsekuensinya ada.
Dalam nas Firman Tuhan ini kita melihat Adat atau kebiasaan kerabat dan teman-teman yang memberikan dukungan moril dan meteriil bagi saudaranya yang kena musibah. Juga sebuah kebiasaan baru yang sedang dilakukan oleh Ayub tentang milik pusaka atau warisan. Kebiasaan baru yang menjadi budaya turun temurun nantinya bagi keturunannya adalah pemberian atau pembagian harta warisan atau milik pusaka yang sama antara anak perempuan dan laki-laki. Demikian juga dalam Epistel Yohanes 2:1-12 menyebutkan bahwa Yesus dan ibunya Maria pergi menghadiri pesta adat pernikahan di kota Kana. Dalam acara pesta adat pernikahan ini ada contoh adat yang sudah dipraktekkan selama turun-temurun dalam hal pembasuhan diri dan penyajian anggur untuk diminum tamu. Bahwasanya harus disediakan yang berpesta enam bejana pembasuhan yang hanya diisi air 2-3 buyung sesuai adat istiadat. Demikian juga penyajian anggur bahwa anggur terbaik harus disajikan terlebih dahulu, setelah semua puas barulah anggur yang kurang baik. Dalam dua perikop ayat ini Kisah Ayub dan pesta di Kana diangkatkan bagi kita sebagai sebagian dari contoh Alkitab memandang budaya atau adat manusia di bumi.
Ada beberapa hal yang bisa kita perhatikan dalam tema ini yang perlu kita renungkan yaitu bahwa manusia diciptakan sudah berbudaya. Budaya itu adalah budaya bekerja dan menyembah sebagai mana saya jelaskan di atas yang dipraktekkan manusia pertama yaitu keluarga Adam dan anak-anaknya (kain dan Habil). Hal ini menunjukkan bahwa budaya dipakai untuk keperluan, kesejahteraan dan kebutuhan manusia yang tujuan semuanya itu untuk memuji dan menyembah Tuhan. Oleh karena itu dalam jaman Perjanjian Baru setelah kedatangan Allah sebagai manusia yaitu Yesus Kristus, Allah kembali mau menegaskan bahwa Allah hadir ditengah-tengah manusia masuk dan melembaga dengan manusia, masuk ke dalam budaya mansia selain untuk menebus manusia dari dosa adalah juga untuk memurnikan dan menyempurnakan budaya manusia untuk dikembalikan kepada hakekatnya yang semula.
Karena itu kedatangan Yesus bukan untuk meniadakan adat, tetapi untuk meneranginya. Ketidakpahaman ini sudah membuat beberapa aliran tertentu untuk mengklaim bahwa orang yang sudah bertobat dan percaya kepada Yesus tidak lagi memerlukan Adat dan budaya. Adat dan budaya itu adalah gelap atau berbau okultisme dan harus ditinggalkan jika mau mengikut Yesus. Jika masih mau melakukannya berarti mereka masih belum bertobat dan belum dilahirkan kembali. Jika memang ikut adat atau budaya itu artinya hidup dalam kegelapan, Yesus dan murid-muridNya tidak akan mau ikut dalam pesta di Kana. Dia juga akan melarang ibunya (Maria) untuk menghadiri pesta pernikahan itu.
Kalau bicara budaya adalah kebiasaan yang turun-temurun maka kita tidak bisa mempersempit pengertian budaya hanya sekitar pesta adat beserta asesoris dan benda-benda budayanya serta ritual yang berlaku dalam suatu suku. Gereja-gereja sendiripun sesungguhnya bergerak dan beraktivitas dalam budaya masing-masing. Itu sebabnya cara beribadah, cara menyembah, cara memberikan persembahan, tata cara perjamuan kudus, pernikahan dan merayakan pernikahan itu dan lain sebagainya berlain-lainnan setiap denominasi, bahkan bisa berbeda dalam satu denominasi karena berbeda daerah atau gereja. Ini semua menunjukkan budaya atau kebiasaan gereja itu dalam melakukan segala bentuk peribadahan dan kegiatan gerejawinya.
Kalau kita melihat kelompok manusia pertama (Adam dan keturunannya) bahwa budaya itu adalah segala tatanan dan pola hidup yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan Allah. Namun dalam sejarah kejatuhan manusia dalam dosa sejak ribuan tahun silam hingga saat ini pemahaman Adat dan budaya menjadi tatanan dan pola hidup sekelompok manusia yang mengatur kehidupan antar sesama manusia dan antar manusia dengan sembahan mereka (bukan Tuhan).
Dalam sejarah perkembangan manusia yang hidup dalam budaya baik sebelum agama (kekristenan) menyentuh kehidupan mereka, budaya sudah dinterferensi oleh Iblis dan dosa, kemunculan dan perkembangan budaya mereka sarat dengan praktek okultisme. Karena itu pemahaman manusia akhirnya membuat perbedaan agama dan adat budaya yang kontras. Sehingga disimpulkan kalau sudah bicara adat atau budaya sudah tidak ada hubungan dengan agama. Adat adalah adat, agama adalah agama. Akhirnya manusia sepertinya secara otomatis harus membedakan mana adat dan mana Agama.
Namun sekali lagi jika ditinjau dari mulanya sejarah manusia, budaya dan penyembahan kepada Allah adalah sejalan. “Lewat budaya manusia menyembah Allah” Inilah prinsipnya. Karena itu Iblis menyerongkan juga prisip ini menjadi “lewat budaya manusia menyembah Setan”. Kalau begitu apakah budaya harus ditiadakan atau masih harus dipertahankan dan dilestarikan?. Dalam konteks beriman kepada Kristus budaya tidak harus dihilangkan. Tetapi Injil harus menerangi budaya. Terang Firman Tuhan harus masuk ke dalam adat dan menerangi adat itu supaya dikembalikan kembali untuk kemuliaan Tuhan. Orang-orang Kristen harus menghadirkan shalom Tuhan kedalam setiap budaya di dunia ini. Memang Karena dosa dan penyembahan kepada setan yang masuk ke dalam budaya maka tugas dan tanggungjaawab pengikut Kristus tidak mudah di dalam menerangi dan membersihkan budaya ini dari interferensi Iblis.
Dalam praktek sehari hari, Sejak kehadiran Yesus di bumi, dan gerejaNya berdiri ditengah-tengah manusia yang berbudaya, tak habis-habisnya pergulatan antara orang percaya dan Setan dalam praktek berbudaya ini. Injil mendorong kita harus masuk kedalam budaya dan meneranginya. Sebaliknya Budaya yang terikat okultisme ini juga berusaha memasukkan dirinya ke dalam gereja untuk menggelapkan gereja. Ini bisa kita lihat dalam praktek sehari hari. Dalam budaya Batak misalnya salah satu contoh jika mau menggali tulang-belulang leluhur Gereja masuk ke dalam budaya itu untuk meneranginya memimpin proses itu supaya praktek-praktek berbau okultisme tidak dilakukan lagi dalam acara itu. Tetapi budaya yang sudah gelap itu berontak dan menyatakan misalnya bahwa kesurupan itu perlu sebagai bukti acara itu direstui dan diterima leluhur dan roh leluhur mau hadir dan memberi nasihat kepada para keturunannya. Pertentangan dan tarik-menarik ini banyak terjadi diberbagai kegiatan lainnya. Ketika Gereja mau membuat acara dalam kelompok manusia yang berbudaya maka segera juga ritual/budaya gelap akan segera ingin ikut ingin merebut dan merusaknya. Demikian juga ketika praktek budaya sedang berjalan, Gereja (melalui orang percaya) yang melihat ini juga akan masuk dan menerangi praktek budaya ini supaya sesuai dengan kehendak Tuhan.
Jadi Tujuan Gereja bukanlah untuk meniadakan adat sebagaimana tujuan kedatangan Yesus. Tetapi untuk meneranginya, dan membawanya kembali kepada Kristus. Sebab manusia selamat bukan karena beradat dan berbudaya tetapi selamat karena Kristus.
Ketidakpahaman ini, propaganda iblis, petuah dan nasihat leluhur turun-temurun membuat manusia lebih takut tidak beradat daripada tidak berTuhan. Ini banyak kita temukan dalam kehidupan masyarakat beradat. Kita bisa melihat ada orang yang begitu taatnya melakukan segala praktek adat meskipun dia menyatakan dirinya sebagai orang Kristen (beragama). Tidak ada satupun kegiatan adat yang luput dalam kehidupannya. Mulai dari kelahiran sampai kematian. Baginya Adat adalah segala-galanya, sebab itulah yang menjamin hidupnya. Dia akan rela meninggalkan ibadah hanya untuk mengikuti adat. Bahkan dijaman sekarang sudah banyak orang Kristen yang melangsungkan adat di hari minggu. Pelayanan bisa ditinggalkan demi mengikuti sebuah adat. Tidak hanya jemaat, tetapi diantara pelayan juga melakukan hal yang sama. Sebab mereka lebih takut disebut sebagai orang tidak beradat.
Banyak contoh-contoh lain yang menunjukkan kepatuhan kepada adat lebih tinggi daripada kepada Tuhan. Misalnya orang yang selalu hadir ke acara pesta adat, kumpulan marga, tetapi ke gereja tidak pernah datang. Ada orang yang begitu hormat dan patuhnya kepada ‘hula-hula’ (keluarga pihak istri) tetapi tidak demikian dengan Firman Tuhan yang didengarkan atau kepada pelayan-pelayan Tuhan. Ada orang yang mendukung habis-habisan kegiatan budaya dengan dana dan daya, tetapi untuk urusan mendukung gereja tidak demikian.
Saudara, menjunjung tinggi adat dan budaya nenek moyang tidaklah akan pernah membawa seseorang sampai kepada sorga dan rencana Allah. Namun orang yang menjunjung tinggi Iman kepada Kristus akan membawanya sampai kepada sorga. Orang-orang yang demikian akan menjadi alat Tuhan ditengah-tengah manusia yang berbudaya. Manusia Kristus tidak akan meninggalkan budaya atau menghilangkannya, tetapi masuk kepada budaya untuk meneranginya dan meluruskannya kepada kehendak Tuhan.
Karena itu sebagi pengikut Kristus kita harus bisa memilah mana budaya yang harus dipertahankan (dilestarikan), mana budaya yang harus ditinggalkan serta mana budaya yang harus diluruskan/diterangi.
Kita bisa melihat bahwa sering sekali Agama (ibadah) dijadikan hanya sebagai pelengkap dalam sebuah adat. Bukan sebagai yang utama. Contohnya dalam sebuah pesta sebelum makan berdoa dulu. Lalu setelah makan diundanglah pengurus gereja untuk membuat doa selesai makan. Namun bisa kita lihat bahwa ketika acara doa penutup itu diadakan banyak orang yang masih hilir-mudik, masih bicara-bicara, atau masih ada yang makan. Hanya saja mereka merasa akan merasa malu atau tidak sah rasanya jika acara makan itu tidak ditutup doa oleh pengurus gereja. Dan seandainya dilakukan survey ke rumah masih-masing siapakah yang selalu melakukan atau mempraktekkan doa setelah makan itu di rumah masing-masing?. Ada juga dalam sebuah perkumpulan marga mereka mengundang hamba Tuhan untuk kotbah. Namun ada pesan kecil kepada pembicara dengan berkata “Pak tolong kotbahnya nanti jangan panjang-panjang 10 ke 15 menit saja yah”. Padahal nama acara itu adalah Ibadah (partangiangan=b.batak), namun sesungguhnya yang utama adalah mereka mau bertemu kangen dan berpesta ria dalam pertemuan itu, sehingga ibadah itu hanya pelengkap saja.
Ada banyak orang tidak perduli dengan urusan gereja, urusan iman dan agama. Mereka lebih perduli urusan adat dan budaya. Tetapi kenyataanya bahwa ketika orang itu meninggal dia harus dikubur secara agama, tidak secara adat. Tidak ada tetua adat atau pemimpin acara adat (parsinabung/raja parhata) yang berani menguburkan seseorang yang meninggal. Mereka harus menyerahkannya kepada Gereja untuk melakukannya. Secara tidak langsung itu adalah pengakuan bahwa hidup dan mati adalah di tangan Tuhan dan dalam kuasa Tuhan.
Saudaraku, budaya itu perlu sebab itu mengatur banyak hal di dalam kehidupan manusia. Namun Budaya itu harus disesuaikan dengan ajaran agama. Alkitab mengajarkan banyak hal di dalam kehidupan manusia. Kita bisa menyandingkan setiap kegiatan adat dan budaya kita untuk dilihat dari sisi Alkitab mana yang harus dilestarikan dan mana yang harus dibuang. Misalnya bagaimana Alkitab bicara untuk menghormati orangtua maka kita umat percaya yang adalah orang berbudaya harus menerapkannya dalam kehidupan kita tanpa melanggar Firman Tuhan. Sehingga jika orang menghormati orangtuanya haruslah lebih dahulu ketika orangtuanya masih hidup bukan ketika orangtuanya sudah meninggal. Budaya lama yang belum diterangi Firman Tuhan cenderung menghormati orangtuanya setelah orangtuanya meninggal dengan membuat acara-acara pesta besar serta mendirikan tugu-tugu mewah sebagai tanda penghormatan kepada orangtua. Memberi makanan-makanan kesukaan orangtuanya di kuburan padahal sewaktu hidup tidak pernah diperhatikan. Tetapi karena demikian adat dan pesan dari leluhur maka dilakukan juga dengan tujuan mendapat berkat. Kalau secara lengkap kita pahami Alkitab maka sesungguhnya semua ikhwal kehidupan manusia diatur di sana.
Dari uraian diatas maka kita bisa mengambil beberapa hal penting dalam kehidupan beragama yang berbudaya yaitu: yang pertama bahwa orang percaya harus bisa menerangi budayanya serta turut serta melestarikannya dengan cara meluruskan yang tidak pas, membuang yang bertentangan dengan Alkitab dan meneruskan apa yang baik. Jadi orang percaya tidaklah sepatutnya harus menghindari adat istiadat atau meninggalkannya.
Yang kedua mari gunakan indikator Firman Tuhan dalam memilih mana yang harus kita ikuti dalam hubungan berbudaya. Seperti tertulis dalam I Korintus 10:23 "Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. "Segala sesuatu diperbolehkan." Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun”. Jadi orang percaya dalam keterlibatannya dalam acara adat budaya harus mampu memilih mana yang boleh dan perlu, serta mana yang membangun. Hal ini akan memudahkan seseorang untuk bisa memilih patuh kepada Tuhan atau patuh kepada adat dan budaya. Dalam Galatia 1:14-16 Rasul Paulus mengungkapkan bahwa dia adalah seseorang yang sangat rajin memelihara adat istiadat nenek moyangnya. Namun Ketika Kristus memilihnya dan menyelamatkannya serta memperkenalkan diriNya (Yesus) kepada Paulus, maka Paulus mengalami perbedaan dan pembaharuan pandangan. Bahkan dalam Filipi 3:7-8 dia berkata: “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus”. Sehngga dalam Galatia 1:16 itu Paulus berkata bahwa ketika Tuhan mengkehendakinya untuk menjadi alat Tuhah sebagai pemberita terang Injil, dia tidak meminta pertimbangan manusia termasuk adat istiadat itu. Satu-satunya standart dan dasar pertimbangannya adalah Tuhan dan FirmanNya. Bisa dipastikan bahwa adat istiadat nenek moyang Rasul Paulus yang dulu dia junjung tinggi tidak lagi mempengaruhi dia dalam kehidupannya, namun sebaliknya Rasul Pauluslah yang punya pengaruh atas adat budayanya. Jika ini kita terapkan dalam kehidupan sehari hari yang tidak lepas dari adat dan budaya maka Alkitab (Firman Allah) akan menjadi patokan/rujukan (patron) dalam kehidupan berbudaya.
Yang ketiga jika ada orang percaya yang masuk dan terlibat di dalam adat jadilah disana sebagai penerang dan membawa damai Kristus dalam setiap kegiatan budaya. Lakukan itu sebagai ibadah kepada Tuhan dan jadikan melayani Tuhan nomor 1 bukan melayani budaya. Jadi jangan masukkan adat untuk mempengaruhi kebenaran Firman Tuhan atau ke dalam gereja, tetapi masukkanlah kebenaran Firman Tuhan dalam setiap adat istiadat manusia supaya budaya itu menjadi budaya yang kudus dan berkenan kepada Allah. Karena itu kegiatan berbudaya itu akan menjadi ibadah yang bisa dipersembahkan kepada Tuhan.
Saudara mari kita bijaksana untuk menilai dan memilah mana budaya yang harus kita lestarikan tanpa diperbaharui, mana budaya yang harus diperbaiki tanpa membuangnya serta mana budaya yang harus dibuang. Dalam Nas Firman Tuhan hari ini dalam evanggelium dan Epistel kita melihat tiga hal tindakan yang terjadi terhadap budaya pada masa itu yaitu:
Yang pertama Kebiasaan baik yang dilakukan tema-teman Ayub seperti dalam Ayub 42:11 “Kemudian datanglah kepadanya semua saudaranya laki-laki dan perempuan dan semua kenalannya yang lama, dan makan bersama-sama dengan dia di rumahnya. Mereka menyatakan turut berdukacita dan menghibur dia oleh karena segala malapetaka yang telah ditimpakan TUHAN kepadanya, dan mereka masing-masing memberi dia uang satu kesita dan sebuah cincin emas” adalah suatu kebiasaan turun-temurun yang patut dipelihara dimana semua saudara dan kenalan datang menghibur yang berduka dan mengalami malapetaka dengan memberikan penghiburan dan sejumlah bantuan materi.
Yang kedua Ayub juga melakukan suatu terobosan terhadap budaya yang terjadi secara turun- temurun bahwa Anak perempuan yang dulunya tidak mendapat warisan milik pusaka dari ayahnya diantara saudara-saudaranya laki-laki, sekarang menjadi mendapatkan milik pusaka itu.
Yang ketiga dalam Epistel, Yesus dalam pernikahan di Kana melakukan suatu tindakan diluar dari budaya yang sudah berjalan selama turun-temurun yaitu menyajikan anggur yang terbaik diakhir acara. Bisa saja dia membuat anggur yang buruk sebagaimana biasa karena sudah diakhir acara. Tetapi Yesus mau menerangi dan menyempurnakan adat istiadat itu dengan memberikan anggur terbaik diakhir pesta, seakan mau mengatakan kita harus memberikan yang terbaik kepada tamu dan undangan mulai dari awal sampai akhir setiap acara pesta adat.
Dari ketiga contoh budaya ini jelas kita lihat disini ada yang dipertahankan, ada yang diperbaharui atau disempurnakan dan ada yang dibuang. Tujuannya adalah supaya Tuhan dimuliakan dan budaya itu tetap lestari dan bisa tetap dijalankan tanpa bertentangan dengan kebenaran Firman Allah.
Selamat menjadi terang dan alat Tuhan dalam setiap adat istiadat yang saudara ikuti, dan selamat melayani Tuhan.
Shalom,
Ev. Harles Lumbantobing
KLIK ARSIP untuk melihat tulisan lainnya di Daftar... ARSIP..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar anda yang baik, sopan dan bahasa yang mudah dimengerti. terimakasih